Mengurai DBHCHT : Dari Sumber Cukai Hingga Manfaat untuk Daerah


Swaraekslusif.com

Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) merupakan salah satu komponen penting dalam sistem keuangan negara yang berdampak langsung pada pembangunan di tingkat daerah. Dana ini bukan hanya sekadar alokasi anggaran, tetapi memiliki latar belakang, mekanisme, dan pertanggungjawaban yang ketat berdasarkan peraturan perundang-undangan.


Apa sebenarnya DBHCHT, kapan mulai ada, bagaimana penyaluran manfaatnya hingga ke tingkat OPD, dan bagaimana daerah mempertanggungjawabkannya? Berikut penjelasan lengkapnya.


Latar Belakang, Sejarah, dan Makna Strategis DBHCHT


DBHCHT adalah bagian dari dana perimbangan yang diterima oleh daerah dari Pemerintah Pusat. Sumber dananya berasal dari penerimaan cukai atas produk tembakau, seperti rokok.


Kapan DBHCHT Mulai Ada?


Kebijakan DBHCHT secara resmi mulai berlaku pada tahun 2005. Pijakan hukumnya adalah Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Dalam UU inilah, untuk pertama kalinya, Cukai Hasil Tembakau dimasukkan secara eksplisit sebagai salah satu sumber pendapatan negara yang dibagihasilkan kepada daerah. Implementasinya secara nyata dalam APBN baru benar-benar terlihat pada tahun 2005, menandai dimulainya penyaluran DBHCHT kepada daerah.


Lahirnya kebijakan ini dilatarbelakangi oleh setidaknya dua hal utama:


1.  Prinsip Keadilan dan Keseimbangan : Daerah penghasil komoditas tembakau dan yang menjadi sentra industri produk tembakau seringkali menanggung beban tertentu, seperti dampak lingkungan atau sosial. DBHCHT hadir sebagai bentuk kompensasi dan pemerataan agar daerah ikut menikmati hasil dari industri ini.

2.  Fungsi Cukai yang Direstrukturisasi : Cukai tidak hanya bertujuan untuk mengendalikan konsumsi, tetapi juga menjadi sumber pendapatan negara yang dialokasikan untuk kepentingan bersama, termasuk melalui dana bagi hasil ke daerah.


Secara filosofis, DBHCHT dimaksudkan untuk:

*   Mengurangi Dampak Negatif : Mengalokasikan dana untuk menangani dampak konsumsi tembakau di daerah.

*   Memberdayakan Ekonomi Lokal : Meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya petani tembakau dan pekerja industri, melalui program-program pemberdayaan.

*   Mendorong Pembangunan Daerah : Menjadi sumber pendanaan bagi daerah untuk membiayai program prioritas yang berkaitan dengan sektor kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur.


Penyaluran Manfaat dan Pertanggungjawaban DBHCHT


DBHCHT bukanlah dana yang dapat digunakan secara bebas. Penyaluran dan pemanfaatannya terikat pada aturan main yang sangat jelas.


1. Rincian Aturan yang Berlaku

Aturan utama yang mengatur DBHCHT adalah Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 4 Tahun 2022 tentang Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau. PP ini adalah regulasi terbaru yang merevisi aturan sebelumnya (PP No. 25 Tahun 2018), dengan beberapa penyempurnaan. Di tingkat teknis, Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 223/PMK.07/2020 tentang Tata Cara Penghitungan, Penyetoran, dan Penyaluran DBHCHT menjadi pedoman operasional.


2. Penerimaan dan Alokasi DBHCHT

DBHCHT dialokasikan sebesar 2% dari total penerimaan cukai hasil tembakau nasional. Dana ini kemudian dibagikan kepada:

*   Daerah Penghasil : Daerah produsen bahan baku tembakau (provinsi, kabupaten/kota).

*   Daerah Penyerap Tenaga Kerja : Daerah yang memiliki pabrik/pusat produksi produk tembakau.


Besaran bagi hasil untuk setiap daerah dihitung berdasarkan indeks yang mempertimbangkan faktor produksi bahan baku dan faktor penyerapan tenaga kerja.


3. Mekanisme Penyaluran dari Pusat ke Daerah Menurut PMK

Berdasarkan PMK No. 223/PMK.07/2020, penyaluran DBHCHT dari pemerintah pusat ke daerah dilakukan secara bertahap dan terintegrasi dengan mekanisme Transfer ke Daerah (TKD).


*   Penyaluran DBHCHT Tahap I (Maret) : Disalurkan sebesar 60% (enam puluh persen) dari pagu sementara DBHCHT yang ditetapkan dalam APBN. Penyaluran tahap pertama ini dimaksudkan untuk memberikan dana talangan bagi daerah di awal tahun anggaran.

*   Penyaluran DBHCHT Tahap II (Agustus) : Disalurkan sebesar 40% (empat puluh persen) dari pagu sementara DBHCHT.

*   Penyesuaian/Pelunasan : Setelah realisasi penerimaan cukai hasil tembakau tahun berjalan diketahui, pemerintah pusat akan melakukan perhitungan ulang. Jika terdapat kekurangan atau kelebihan, akan dilakukan penyesuaian (pelunasan) pada tahun berikutnya.


Mekanisme teknisnya, dana ditransfer langsung dari Rekening Kas Umum Negara (RKUN) ke Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) secara triwulanan bersamaan dengan penyaluran dana transfer lainnya, dengan mengacu pada besaran persentase di atas.


4. Penyaluran DBHCHT ke Setiap OPD di Daerah

PMK No. 223/PMK.07/2020 mengatur penyaluran dari pusat ke daerah. Namun, untuk penyaluran dari RKUD ke setiap OPD di daerah, mekanismenya mengikuti aturan pengelolaan keuangan daerah yang diatur dalam **Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 12 Tahun 2019** tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dan peraturan turunannya di masing-masing daerah.


Proses alokasi DBHCHT ke OPD dilakukan melalui mekanisme berikut :


1.  Perencanaan dalam APBD : 

    *   Setiap OPD yang akan melaksanakan program/kegiatan yang sesuai dengan tujuan DBHCHT (sektor kesehatan, pemberdayaan masyarakat, fasilitas sosial) mengusulkan kebutuhannya.

    *   Usulan ini dibahas dalam Musrenbang (Musyawarah Perencanaan Pembangunan) dan proses penyusunan Rancangan APBD (RAPBD).

    *   DBHCHT yang diterima daerah dicantumkan sebagai salah satu sumber pendapatan dalam APBD.


2.  Penetapan APBD :

    

*   Setelah APBD ditetapkan dengan Peraturan Daerah (Perda), besaran alokasi untuk setiap OPD sudah ditentukan dan tercantum dalam DPA (Dokumen Pelaksanaan Anggaran) atau dokumen sejenis.


3.  Penyaluran ke OPD :

    *   Berdasarkan DPA yang telah ditetapkan, pemerintah daerah (Badan Pengelola Keuangan Daerah/BPKAD) menyalurkan dana kepada OPD penerima melalui mekanisme pencairan dana per triwulan.

    *   Penyaluran ini biasanya dilakukan ke rekening kas OPD yang bersangkutan.


4.  Bentuk Kegiatan OPD :

    *   OPD Kesehatan: dapat menggunakan untuk program promotif dan preventif terkait bahaya merokok, layanan kesehatan paru, dll.

    *   OPD Pemberdayaan Masyarakat atau Pertanian: dapat menggunakan untuk pelatihan dan pendampingan bagi petani tembakau untuk diversifikasi tanaman, bantuan sosial, dll.

    *   OPD Pekerjaan Umum: dapat menggunakan untuk pembangunan/peningkatan fasilitas kesehatan atau fasilitas umum pendukung.


5. Pemanfaatan DBHCHT


Yang paling krusial adalah pemanfaatannya. Berdasarkan PP No. 4 Tahun 2022, DBHCHT harus digunakan untuk mendanai program dan kegiatan di sektor :


* Kesehatan : Terutama untuk pencegahan dan penanggulangan dampak konsumsi tembakau, serta pelayanan kesehatan bagi masyarakat.

* Pemberdayaan Masyarakat : Meningkatkan kesejahteraan petani tembakau, buruh pabrik rokok, dan masyarakat sekitar melalui program pelatihan, bantuan sosial, dan pengembangan ekonomi alternatif.

* Fasilitas Umum dan Sosial : Pembangunan atau perbaikan infrastruktur yang mendukung sektor kesehatan dan pemberdayaan masyarakat.


6. Pertanggungjawaban DBHCHT


Pertanggungjawaban penggunaan DBHCHT bersifat mutlak dan transparan, mulai dari level OPD hingga ke level daerah.


* Pertanggungjawaban Keuangan di Level OPD : Setiap OPD wajib membuat Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) atas penggunaan dana yang diterimanya. LPJ ini disampaikan kepada kepala daerah (melalui BPKAD/inspektorat) dan menjadi bagian dari LKPD.


* Pertanggungjawaban Keuangan di Level Daerah : Dilakukan oleh kepala daerah (gubernur/bupati/wali kota) melalui Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) Keuangan yang diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). LPJ ini menjadi bagian dari laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD).


* Pertanggungjawaban Kinerja : Pemerintah daerah (dan OPD terkait) wajib melaporkan capaian output dan outcome dari program yang dibiayai DBHCHT. Laporan ini harus menunjukkan bagaimana dana tersebut telah berkontribusi pada peningkatan kesehatan, pemberdayaan masyarakat, dan fasilitas sosial sesuai dengan tujuan awal.


Jika ditemukan penyimpangan dalam penggunaan DBHCHT, baik secara administratif maupun substantif, pemerintah daerah dan OPD terkait dapat dikenai sanksi, termasuk pengurangan atau penghentian alokasi dana pada tahun berikutnya.


Kesimpulan


DBHCHT merupakan instrumen kebijakan fiskal yang strategis, menghubungkan antara penerimaan negara dari cukai dengan pembangunan di daerah. Keberadaannya sejak 2005 menandai komitmen negara dalam mendukung keadilan bagi daerah. Dengan aturan main yang semakin diperketat, termasuk mekanisme penyaluran bertahap berdasarkan PMK 223/2020 hingga ke level OPD melalui APBD, diharapkan pemanfaatan DBHCHT dapat lebih tepat sasaran, transparan, dan akuntabel.


Masyarakat pun dituntut untuk berperan aktif mengawasi penggunaan dana ini, memastikan setiap rupiah dari DBHCHT benar-benar memberikan manfaat nyata bagi peningkatan kesejahteraan dan kesehatan masyarakat di daerah. (red)




Keterangan :

*   Berita ini disusun berdasarkan regulasi terbaru (PP No. 4 Tahun 2022 dan PMK 223/2020) untuk memastikan keakuratan informasi.

*   Untuk laporan yang lebih detail tentang realisasi dan penyerapan DBHCHT di suatu daerah tertentu, dapat merujuk pada dokumen APBD dan LKPD daerah masing-masing.






BACA BERITA LAINNYA SECARA LENGKAP HANYA DI Swaraekslusif.com

Lebih baru Lebih lama