HAK JAWAB DAN HAK KOREKSI MEDIA SWARA EKSLUSIF
MEDIA SWARA EKSLUSIF
mengakui, menghormati, dan berkomitmen untuk memenuhi Hak Jawab dan Hak Koreksi
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Apa itu Hak Jawab?
Hak Jawab adalah hak seseorang atau kelompok untuk menanggapi dan menyanggah
pemberitaan yang mengandung fakta yang keliru dan merugikan nama baiknya.
Apa itu Hak Koreksi?
Hak Koreksi adalah hak untuk meminta perbaikan atas informasi yang tidak benar
yang telah diberitakan. Hak ini dapat diajukan oleh pihak yang dirugikan atau
oleh ahli warisnya.
Prosedur Pengajuan:
Pihak yang merasa dirugikan atas suatu pemberitaan dapat mengajukan Hak Jawab
dan/atau Hak Koreksi secara tertulis dengan ketentuan sebagai berikut:
1.
Subjek: Mengidentifikasi identitas pemohon (nama, alamat, kontak
yang dapat dihubungi).
2.
Objek: Menyebutkan dengan jelas link berita, judul, dan tanggal
publikasi yang dipersoalkan.
3.
Alasan: Menjelaskan bagian mana dari berita yang dianggap keliru
dan merugikan, disertai dengan data atau bukti pendukung yang benar.
4.
Permintaan: Menyampaikan secara spesifik koreksi atau jawaban yang
diinginkan untuk dipublikasikan.
Pengajuan ditujukan kepada:
Redaksi SWARA EKSLUSIF
Email: [alamat.email@mediakalian.com] dengan
subjek: HAK JAWAB/HAK KOREKSI - [Judul Berita]atau Alamat
Surat: [Alamat Kantor Redaksi]
Proses Selanjutnya:
Redaksi akan meninjau pengajuan Anda secara proporsional, mempertimbangkan
prinsip-prinsip jurnalistik yang berlaku, dan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Kami akan memberikan konfirmasi penerimaan dan memberi tahu
Anda mengenai keputusan serta waktu publikasi Hak Jawab/Koreksi tersebut.
Judul: Tanya Jawab Hak Jawab & Hak Koreksi
Q: Apa yang dimaksud dengan Hak Jawab?
A: Hak Jawab adalah hak Anda untuk menanggapi atau menyanggah berita yang keliru dan merugikan nama baik Anda.
Q: Apa bedanya dengan Hak Koreksi?
A: Hak Koreksi adalah hak untuk meminta media memperbaiki informasi yang tidak benar dalam berita tersebut.
Q: Bagaimana cara mengajukannya?
A: Kirimkan permohonan tertulis via email ke redaksi kami di [alamat.email@mediakalian.com]. Pastikan permohonan memuat:
Identitas lengkap dan kontak Anda.
Link dan judul berita yang bermasalah.
Penjelasan bagian mana yang keliru dan data pembuktinya.
Bentuk koreksi atau jawaban yang Anda usulkan.
Q: Apa yang terjadi setelah saya mengajukan?
A: Tim redaksi akan melakukan verifikasi dan assessment terhadap permohonan Anda. Jika memenuhi syarat, Hak Jawab atau Koreksi Anda akan kami publikasikan dalam waktu yang proporsional
Jakarta - Pertemuan Dewan Pers bersama perwakilan komunitas
pers dan masyarakat pada akhir Oktober lalu, berhasil menyelesaikan penyusunan
Pedoman Hak Jawab. Pada hari yang sama Ketua Dewan Pers, Prof. Dr. Ichlasul
Amal, mengesahkan Pedoman tersebut sebagai Peraturan yang berlaku bagi pers
nasional.
Penyusunan Pedoman Hak
Jawab dimulai sejak April 2008. Sebanyak sebelas pertemuan digelar untuk
menampung masukan, membahas draft, dan akhirnya mengesahkannya. Dengan telah
tersusunnya Pedoman ini, masyarakat yang merasa dirugikan akibat berita pers
terbantu untuk memahami dan menggunakan Hak Jawab. Sedangkan bagi redaksi pers,
Pedoman ini merupakan petunjuk mengenai bagaimana melayani Hak Jawab yang
diajukan masyarakat.
Mengapa Pedoman Hak
Jawab perlu disusun? Apa saja isi dari Pedoman tersebut ? Berikut ini
perbincangan dalam program Sarapan
Pagi edisi Kamis, (6/11/2008) antara Sutami dari KBR 68 dan
Anggota Dewan Pers, Bekti Nugroho (sebagai host),
dengan narasumber Anggota Dewan Pers, Wina Armada Sukardi.
Ada sebelas kali pertemuan
digelar. Sepertinya pembahasan Pedoman Hak Jawab ini alot?
Sebelum menjawab
pertanyaan itu, saya akan mulai dari awal. Salah satu tugas dari Dewan Pers
adalah memfasilitasi pembuatan peraturan-peraturan di bidang pers. Kenapa harus
“memfasilitasi”? Pada konsep awal perumusan UU Pers disebutkan “Dewan Pers
membuat peraturan-peraturan di bidang pers”. Namun, pengalaman masa lalu
menunjukkan –khususnya Departemen Penerangan sebagai instansi yang membuat
peraturan di bidang pers— cenderung menghasilkan peraturan-peraturan ke arah
otoriter, tidak demokratis. Karena itu, pembuat UU Pers khawatir, kalau
kewenangan serupa diberikan kepada Dewan Pers, maka akan terulang kesalahan
yang sama. Sehingga rumusan dalam UU Pers menjadi “Dewan Pers memfasilitasi
pembuatan peraturan-peraturan di bidang pers”.
Sesuai dengan fungsi
itu, Dewan Pers kemudian mulai memfasilitasi pembuatan peraturan di bidang
pers, termasuk mengenai Hak Jawab. Mengapa Dewan Pers memfasilitasi pembuatan
pedoman mengenai Hak Jawab? UU No.40/1999 tentang Pers meskipun tidak dinamakan
UU pokok tetapi berisi pokok-pokok. Maka banyak hal yang penjabarannya menjadi
perdebatan. Salah satu di antaranya masalah Hak Jawab. Misalnya timbul
persoalan, bagaimana dan kapan Hak Jawab dilaksanakan.
Apa urgensi dari Pedoman ini?
Apakah ada kaitannya dengan kasus pers yang muncul belakangan, misalnya kasus
Asian Agri dengan majalah Tempo yang berujung di
pengadilan?
Sebenarnya kita tidak
melihat kasus-perkasus. Tapi kalau kita lihat secara keseluruhan, Hak Jawab
menjadi persoalan yang sangat penting. Persoalan antara pers dengan masyarakat
sering timbul karena pelaksanaan Hak Jawab ini. Masing-masing pihak berpegang
pada pendapatnya sendiri sehingga timbul berbagai sengketa dan kontroversi.
Di lain pihak UU Pers
menyebutkan, kemerdekaan pers merupakan hak masyarakat, bukan milik atau hak
eksklusif pers. Karena itu semua pihak harus menikmati kemerdekaan pers. Salah
satu caranya dengan memberi kepada masyarakat Hak Jawab yang proporsional. Dalam
hal ini wartawan dituntut untuk membuat berita yang profesional. Dan ketika
pers melakukan kekeliruan, masyarakat yang dirugikan mempunyai hak untuk
membenarkan. Masyarakat luas juga berhak memperoleh informasi yang benar. Di
sini terjadi suasana dialogis antara pers sebagai penegak amanah kemerdekaan
pers dengan masyarakat sebagai pemilik kemerdekaan pers. Dan Hak Jawab dapat
menjaga kemerdekaan pers agar berjalan dengan benar.
Seperti apa contoh kasus
sengketa Hak Jawab?
Ada banyak kasus yang
timbul karena Hak Jawab. Komplainnya, misalnya, kenapa Hak Jawab tidak dimuat
sesuai dengan berita yang ada. Contohnya berita pada headline atau berita
pertama di radio/televisi. Hak Jawab untuk berita tersebut hanya dimuat
sedikit. Padahal beritanya dianggap sudah menimbulkan kerugian besar.
Hal-hal semacam ini
kalau dibiarkan terus akan menyebabkan persoalan Hak Jawab menggunung dan dapat
menganggu kemerdekaan pers.
Apakah tujuan pembuatan Pedoman
Hak Jawab untuk memberi kepastian hukum agar hanya sedikit celah kasus pers
dibawa ke pengadilan?
Itu hanya satu tujuan.
Kita mendasari kemerdekaan pers berasaskan demokrasi, supremasi hukum. Di situ
juga harus ada keseimbangan antara pers dengan masyarakat. Inilah yang utama.
Bila setelah hak diberikan secara seimbang dan proporsional kasusnya tidak ke
pengadian, itu konsekwensi logis. Tujuan utamanya bukan semata-mata mencegah
kasus pers ke pengadilan tapi lebih memberi rasa keadilan kepada semua pihak,
memberi informasi yang beraneka ragam dan berimbang untuk masyarakat luas.
Apa saja yang diatur dalam
Pedoman ini?
Pedoman Hak Jawab
memuat 17 poin ditambah sub-sub poin. Pengaturannya dimulai dari pengertian Hak
Jawab. Pengertian Hak Jawab yang sudah ada di UU Pers dan Kode Etik Jurnalistik
(KEJ) diperjelas. Misalnya, apa yang dimaksud “kelompok masyarakat”? Siapa yang
dapat mewakili “kelompok masyarakat”?
Juga diatur, dimana
Hak Jawab harus dimuat dan dalam bentuk apa? Setelah melalui 11 kali pertemuan
dan perdebatan sengit (kadang-kadang satu bagian membutuhkan perdebatan
setengah hari) akhir disepakati, Hak Jawab dimuat pada tempat yang sama dimana
kesalahan itu terjadi. Ini prinsip utamanya.
Mengenai persoalan
pemuatan Hak Jawab sebenarnya ada dua mazhab, yaitu mazhab Prancis dan Amerika.
Mazhab Amerika bersifat fleksibel, mengutamakan independensi redaksi. Jadi
terserah redaksi mau menempatkan Hak Jawab di mana. Sedang mazhab Prancis lebih rigit.
Indonesia, seperti biasanya, menganut jalan tengah.
Bukankah jalan tengah itu
berarti tidak jelas?
Sebenanyra jelas. Pada
prinsipnya Hak Jawab harus dimuat pada tempat yang sama dengan berita
sebelumnya. Tetapi jika disepakati lain oleh para pihak maka boleh di tempat
lain.
Selama ini masyarakat banyak
mengeluhkan pers yang hanya mau memuat Hak Jawab dengan ukuran kecil. Sehingga
mereka memilih ke pengadilan. Apakah Pedoman ini telah dikomunikasikan dengan
pers sehingga tidak menimbulkan masalah?
Pembuatan Pedoman ini
dilakukan oleh hampir semua bagian masyarakat yang berhubungan dengan Hak
Jawab. Tentu yang pertama-tama adalah pers sendiri yang terdiri atas bagian
redaksi dan perusahaan. Kita juga melibatkan para penegak hukum, hakim, jaksa,
para pembela, Humas, akademisi, dan tokoh masyarakat. Jadi semua pihak terlibat
dalam pembuatannya. Karena itu timbul banyak aspirasi dan pandangan. Akibatnya
muncul perdebatan yang cukup alot, sampai ada 11 kali pertemuan. Perumusan
Pedoman ini bisa dibilang lama atau cepat. Karena memang materinya banyak serta
substansinya berat. Kalau di-compare dengan
masa lalu, 30 tahun Orde Baru gagal membuat Pedoman Hak Jawab ini.
Kalau mau otoriter,
Dewan Pers cukup menggelar sekali atau duakali pertemuan. Namun Dewan Pers
memberi kesempatan munculnya perdebatan. Misalnya soal penempatan Hak Jawab.
Ada yang berpendapat Hak Jawab bisa dimuat ditempat atau acara yang sama dengan
berita sebelumnya. Pendapat lain menyatakan “tidak”. Kemudian, dengan alasan
untuk kepentingan pers sendiri, disepakati pada prinsipnya Hak Jawab dimuat di
tempat yang sama dengan berita sebelumnya. Karena dengan begitu pers semakin
berhati-hati dalam menulis berita terkait fakta-fakta. Memicu pers untuk
memperbaiki diri.
Hak Jawab bisa dimuat
di tempat yang lain asal disepakati oleh para pihak. Axception ini
dimungkinkan. Misalnya ada kesalahan pada cover,
apakah Hak Jawabnya juga di cover?
Kalau kesalahannya berat, bisa saja Hak Jawab juga dimuat di cover.
Namun dapat juga dimuat di dalam dengan format seperti cover atau
lainnya.
Seperti itukah yang disebut
jalan tengah?
Ia. Tapi harus ada
persetujuan para pihak.
Kalau media cetak pada halaman
yang sama, bagaimana dengan pemuatan Hak Jawab di media elektronik?
Pada prinsipnya sama,
yaitu Hak Jawab dimuat pada kesempatan pertama yang memungkinkan dan pada
program yang sama. Kalau di televisi bisa dilakukan pada program berita
berikutnya yang sesuai. Tetapi bisa juga sesuai kesepakatan para pihak. Hak
Jawab dapat dimuat dalam format lain seperi running
text, wawancara, feature,
talkshow, dan lainnya sesuai kesepakatan.
Hal penting lainnya,
Hak Jawab hanya ditujukan kepada pers yang menyiarkan atau memublikasikan dan
dimuat tidak dalam bentuk iklan. Sekarang ini banyak pengacara minta Hak Jawab
juga dimuat di media-media lain yang jumlahnya banyak. Pedoman ini meluruskan
pandangan itu.
Sebelum Dewan Pers
mengeluarkan Pedoman ini, sulit menjawab pertanyaan mengenai Hak Jawab karena
yang diminta aturan pastinya. Dengan pedoman ini Dewan Pers bisa lebih jelas
memberi rujukan. Pedoman ini diharapkan bisa memecahkan sebagian dari persoalan
Hak Jawab.
Kalau kesalahan ada pada
program berita kemudian Hak Jawab dimuat pada program non berita, apa itu bisa?
Prinsipnya bisa. Namun
sebaiknya Hak Jawab dimuat pada program yang sesuai. Misalnya kesalahan
menyangkut berita politik dan Hak Jawabnya dimuat di program anak-anak,
tentunya tidak sesuai. Tapi kalau pihak yang bersangkutan setuju maka tidak
jadi masalah.
Ada masyarakat yang dirugikan
oleh pers kemudian mengirim Hak Jawab dalam format Surat Pembaca. Apakah Surat
Pembaca tersebut perlu ditampilkan lagi di tempat berita yang salah?
Kalau pengguna Hak
Jawab merasa di Surat Pembaca sudah cukup, tidak jadi masalah lagi. Dan perlu
diingat, Surat Pembaca bukan rubrik buangan. Menurut survei, Surat Pembaca
menempati posisi yang relatif tinggi ratingnya. Artinya diminati. Kalau kita
ingin mendengar suara masyarakat maka seringkali tidak lagi Tajuk yang dibaca
tapi Surat Pembaca. Ada kesalahpahaman di masyarakat seolah-olah Surat Pembaca
adalah rubrik buangan yang tidak penting.
Saya perlu bacakan
fungsi dari Hak Jawab yang dimuat dalam Pedoman ini. Pertama, memenuhi hak
masyarakat untuk mendapatkan informasi yang akurat. Kedua, menghargai dan
menghormati martabat orang lain yang merasa dirugikan akibat pemberitaan.
Ketiga, mencegah atau mengurangi munculnya kerugian yang lebih besar bagi
masyarakat dan pers. Keempat, untuk pengawasan masyarakat terhadap pers.
Sedangkan tujuan dari
Hak Jawab di Pedoman supaya ada pemberitaan yang adil dan berimbang, tanggung
jawab pers kepada masyarakat, dan yang tidak kalah pentingnya adalah
menyelesaikan sengketa akibat pemberitaan pers, serta wujud dari itikad baik
pers.
Surat Pembaca umumnya tidak
ditempatkan di halaman yang mencolok. Apa ini indikasi kalau Surat Pembaca
tidak penting karena ditempatkan di tempat yang tidak mudah dilihat?
Dalam jurnalistik ada
pembagian rubrik dan segmen. Surat Pembaca merupakan bagian dari Opini. Dia
selalu diletakkan di bagian Opini, dekat dengan Tajuk dan opini yang lain. Jadi
bukan karena dia tidak terhormat kemudian tidak ditempatkan di depan.
Apakah Pedoman ini juga memberi
batasana waktu bagi seseorang untuk menggunakan Hak Jawab?
Orang yang merasa
dirugikan, kalau dia memang memiliki niat untuk memperbaiki maka dia segera
bereaksi dalam batas yang wajar. Katakanlah sesegera mungkin mengirim Hak
Jawab. Akhirnya kita bersepakat, kalau reaksi itu lebih dari dua bulan maka itu
sudah tidak wajar. Karena itu, Hak Jawab ini ada kadaluarsanya, yaitu dua bulan
sejak terbitnya karya jurnalistik tersebut. Lebih dari dua bulan prinsipnya Hak
Jawab tidak bisa diajukan. Meski demikian pers juga memiliki moralitas yang
tinggi. Apabila redaksi merasa ada hal yang sangat penting dari Hak Jawab itu,
batas dua bulan bisa diterobos, dengan syarat redaksi pers bersedia.
Dengan adanya kadaluarsa dua
bulan, bukankah memberi peluang masyarakat untuk langsung membawa kasus pers ke
pengadilan?
UU Pers itu bersifat prima.
Artinya, sepanjang ada mekanisme penyelesaian di UU Pers maka harus ditempuh
dulu, termasuk dalam mekanisme Hak Jawab. Kode etik kemudian memperjelas hal
ini. Masalahnya, pihak yang dirugikan sudah diberikan kesempatan untuk
menyampaikan Hak Jawab dan dia tidak gunakan. Di sini berlaku “orang yang
mengetahui adanya kesalahan tidak membantah keselahan itu dianggap membenarkan
adanya kesalahan itu.” Jadi, kalaupun ke pengadilan, pengadilan akan mengatakan
mengapa tidak menggunakan Hak Jawab dulu.
Bagaimana Dewan Pers ikut
memberi berikade agar orang atau perusahaan besar tidak bisa memainkan kasus
pers semau mereka di pengadilan?
Sistem pengadilan kita
terbuka, siapapun yang menggugat harus diterima. Bahwa nanti dikalahkan lain
soal. Namun kita sudah meletakkan dasar-dasar bahwa kalau ada orang membiarkan
kesalahan berita maka ada hal yang tidak benar.
Pertanyaannya tadi mengenai
permintaan untuk merahasiakan penulis Surat Pembaca. Apakah pers bisa dipercaya?
Kalau redaksi memuat
Surat Pembaca dengan tidak menyebut nama dan alamat penulisnya maka seluruh
tanggung jawab terhadap isi Surat Pembaca itu ada di redaksi. Redaksi tidak
boleh membocorkan identitas penulisnya. Kalau membocorkan bisa dihukum, baik
secara kode etik (karena melanggar etika untuk merahasiakan sumber informasi),
maupun secara yuridis. Orang yang karena profesinya harus merahasiakan sesuatu
kemudian membocorkan, bisa dihukum.
Dalam Pedoman ini, apakah
permintaan maaf dari media wajib dilakukan?
Tidak, kecuali untuk
kesalahan yang bersifat berat, terutama berisi opini yang menghakimi.
Sebenarnya kalau salah pers wajib meminta maaf, apalagi ada permintaan dari
pihak lain.
Perlu diingatkan
kepada masyarakat apabila dirugikan oleh pemberitaan pers silahkan gunakan Hak
Jawab dan tembuskan Hak Jawab itu ke Dewan Pers. Apabila Hak Jawab itu tetap
tidak diproses, adukan ke Dewan Pers.*
Posting Komentar