Tasikmalaya, Jawa Barat.
Sebuah proyek pekerjaan pengelolaan sumber daya air BBWS Citanduy di Kelurahan Karikil, Kecamatan Mangkubumi, Kota Tasikmalaya, disinyalir kuat sebagai "proyek siluman". Proyek yang disebut-sebut bersumber dari Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) ini sarat dengan kejanggalan, mulai dari tidak adanya papan informasi, pelaksanaan oleh pihak ketiga yang tidak jelas, hingga laporan bahwa pekerjaan tidak sesuai dengan Rencana Anggaran Biaya (RAB).
Yang paling mencolok, pantauan di lokasi proyek (Kamis, 25/09/2025), sama sekali tidak terpasang papan nama proyek yang menjadi kewajiban untuk transparansi publik. Saat dikonfirmasi, seorang pegawai lapangan mengaku bahwa pekerjaan ini merupakan proyek BBWS.
"Iya, ini proyek langsung dari BBWS segalanya. Dikerjakan oleh pihak Pemborong, bukan oleh kelompok tani masyarakat sini," ujar seorang pekerja yang enggan disebut namanya, Kamis (25/09/2025).
Baca Juga :
Profil Cecep Nurul Yakin, Baru Jadi Bupati Tasikmalaya Sudah 3 Kali Dilaporkan, Segini Hartanya !.
Corong Jabar Desak Evaluasi Program MBG, Usul Anggaran Dialihkan untuk Sekolah Gratis.
Pernyataan ini dibenarkan oleh perwakilan kelompok masyarakat setempat yang selama ini kerap menjadi mitra dalam proyek padat karya. Namun, mereka menyatakan dengan tegas bahwa untuk proyek BBWS Citanduy ini, kelompok mereka sama sekali tidak menerima penyaluran anggaran.
"Kami tahu ada proyek itu, kami hanya di ikut sertakan sebagai pekerja (borongan Kerja). Kami tidak mengelola dana sepeser pun. Pelaksanaannya oleh kontraktor pihak pemborong, berbeda sama pekerjaan sebelumnya yang di serahkan kepada kelompok." Tutur seorang pengurus kelompok.
Dugaan lain yang lebih serius adalah adanya ketidaksesuaian antara pelaksanaan pekerjaan di lapangan dengan spesifikasi teknis dalam RAB. Sumber dari kalangan yang memahami dokumen proyek menyebutkan, terdapat indikasi penggunaan material di bawah spesifikasi dan pengurangan volume pekerjaan dari yang seharusnya.
"Misalnya, untuk pemasangan batu tidak ada tapi di cor menggunakan besi 6 banci, spesifikasi yang harusnya jenis tertentu, di lapangan menggunakan jenis yang lebih murah. Begitu pula dengan volume Pekerjaan, tidak mencapai kesesuaian yang disyaratkan dalam RAB. Ini jelas merugikan negara karena pembayaran dilakukan sesuai RAB yang lengkap dan spesifik, sementara realisasinya dikurangi," papar sumber tersebut.
Analisis Dasar Hukum dan Potensi Pelanggaran Multilevel
Baca Juga :
Polri Buru Mastermind dan Pendana di Balik Kerusuhan Demo Akhir Agustus.
SwaraEkslusif.com mengidentifikasi setidaknya empat lapisan potensi pelanggaran hukum dalam kasus ini:
Pelanggaran Administratif: Kewajiban Papan Nama
Hal ini melanggar Peraturan Menteri PUPR Nomor 12/PRT/M/2015 tentang Pedoman Sistem Pengelolaan Penyediaan Infrastruktur PUPR. Pasal 72 ayat (1) mewajibkan pemasangan papan nama yang memuat informasi detail proyek. Ketiadaan papan nama menghilangkan kontrol publik dan akuntabilitas.
Pelanggaran Prosedur Pengadaan: Pihak Ketiga yang Tidak Jelas
Jika proyek ini menggunakan mekanisme pengadaan umum, maka harus mengikuti Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2024 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Pekerjaan yang diberikan kepada "pihak ketiga" tanpa proses lelang yang transparan di Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE) dapat dikategorikan sebagai penunjukkan langsung yang tidak sah. Jika proyek ini seharusnya menggunakan skema pemberdayaan masyarakat (seperti Padat Karya Tunai), maka penyerahan kepada pihak ketiga adalah penyimpangan tujuan pemberdayaan.
Dugaan Tindak Pidana Korupsi: Mark Up dan Penggelapan Anggaran
Kombinasi antara "anggaran tidak sampai ke kelompok" dengan "pekerjaan tidak sesuai RAB" menguatkan dugaan mark up (mark up fiktif). Skemanya, anggaran dicairkan sebesar nilai RAB penuh atas nama kelompok, tetapi pelaksanaannya disubkontrakkan ke pihak ketiga dengan harga murah. Selisihnya bisa saja digelapkan. Praktik ini sangat jelas melanggar Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, karena dapat merugikan keuangan negara.
Dugaan Pemalsuan dan Pencucian Anggaran
Pencantuman nama kelompok sebagai pelaksana dalam dokumen administrasi, padahal kenyataannya tidak, dapat menjurus pada tuduhan pemalsuan dokumen sebagai bagian dari upaya mencuci anggaran agar terlihat. Ini juga merupakan unsur tindak pidana korupsi.
Tuntutan untuk Tindakan Tegas
Menyikapi temuan yang kompleks ini, diperlukan langkah-langkah konkret dari aparat pengawas:
Inspektorat Jenderal Kementerian PUPR harus segera melakukan audit investigatif yang mencakup audit administrasi, keuangan, dan teknis terhadap proyek ini.
BBWS sebagai penanggung jawab anggaran wajib memberikan klarifikasi terbuka mengenai mekanisme pengadaan, penunjukan pelaksana, dan proses pengawasan proyek ini.
Pemerintah Kota Tasikmalaya melalui Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait harus proaktif memverifikasi izin dan kesesuaian proyek dengan tata ruang.
Kepolisian Resor Tasikmalaya dan Kejaksaan Negeri Tasikmalaya didesak untuk membuka penyelidikan atas dugaan tindak pidana korupsi, mengingat adanya indikasi kerugian negara yang kuat.
Proyek BBWS Citanduy di Karikil telah menjadi ujian bagi komitmen transparansi dan pemberantasan korupsi di sektor infrastruktur. Masyarakat Tasikmalaya berhak mendapatkan infrastruktur yang berkualitas dan bebas dari praktik manipulatif yang hanya menguntungkan segelintir orang.
Penulis : AsLod
Editor : Iwan Darmawan
Baca Artikel Berita Lengkap Lainnya Di Swaraekslusif.com.